بِسْــــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirobbbilalamin
mafhumnya:sesungguhnya solatku, amal ibadahku, hidupku serta matiku kerana Tuhan sekalian alam

Dengan Pena hatiku berkata,
Dengan pena diriku bersuara

Khamis, 24 Februari 2011

Perjuangan belum selesai



Perjuangan Belum Selesai


Sesungguhnya tidak ada yang lebih menyayat hati
Dari melihat bangsaku dijajah
Tidak ada yang lebih menyedihkan
dari membiarkan bangsaku dihina
Air mata tiada ertinya

Sejarah silam tiada maknanya
Sekiranya bangsa tercinta terpinggir
Dipersenda dan dilupakan


Bukan kecil langkah wira bangsa
Para pejuang kemerdekaan
Bagi menegakkan kemuliaan

Dan darjat bangsa
Selangkah bererti mara
Mengharung sejuta dugaan

Biarkan bertatih
asalkan langkah itu yakin dan cermat
bagi memastikan negara
merdeka dan bangsa terpelihara
air mata sengsara
mengiringi setiap langkah bapa-bapa kita

Tugas kita bukan kecil
Kerana mengisi kemerdekaan
Rupanya lebih sukar dari bermandi
Keringat dan darah menuntutnya
Lagi pula apalah ertinya kemerdekaan

Kalau bangsaku asyik mengia
Dan menidakkan,
Mengangguk dan membenarkan,
Kerana sekalipun bangganya negara
kerana makmur dan mewahnya
bangsaku masih melata
dan meminta-minta di negaranya sendiri


Bukan kecil tugas kita
Meneruskan perjuangan kemerdekaan kita
Kerana rupanya selain memerdekakan,
Mengisi kemerdekaan jauh lebih sengsara
Bangsaku bukan kecil hati dan jiwanya
Bukankah sejak zaman berzaman
Mereka menjadi pelaut, pengembara
Malah penakluk terkemuka?
Bukankah mereka sudah mengembangkan sayap
Menjadi pedagang dan peniaga
Selain menjadi ulama dan ilmuwan terbilang?
Bukankah bangsaku pernah mengharung
Samudera menjajah dunia yang tak dikenal
Bukankah mereka pernah menjadi
wira serantau
Yang tidak mengenal erti takut dan kematian?


Tugas kita belum selesai rupanya
Bagi memartabat dan memuliakan bangsa
kerana hanya bangsa yang berjaya
akan sentiasa dihormati
Rupanya masih jauh dan berliku jalan kita
Bukan sekadar memerdeka dan mengisinya
tetapi mengangkat darjat dan kemuliaan
buat selama-lamanya

Hari ini, jalan ini pasti semakin berliku
Kerana masa depan belum menjanjikan syurga
Bagi mereka yang lemah dan mudah kecewa
Perjuangan kita belum selesai
Kerana hanya yang cekal dan tabah
Dapat membina mercu tanda
Bangsanya yang berjaya.


- Tun Dr. Mahathir Mohamad (Malam Puisi Utusan, 4 Mei 1996)

Rabu, 23 Februari 2011

Aspirasi Siswi



Cendawan yang mekar selepas hujan,
Tidak akan lama tanpa perlindungan,
Saat bahang mentari memancar sinar,
Hilang cendawan tinggallah kenangan,
Pada pohonan yang setia merendang,
Sedia berbakti menjadi teduhan,
Bagi makhluk yang dambakan perubahan,
Teruskan membesar mendamping alam,
Menabur jasa salam kehidupan

Mesti! Akar disusur menjalari bumi,
Mengikat tanih jiwa manusia,
Menguatkan sokongan diri,
Benih ditabur keserata negeri,
Membiak ideologi, menambah generasi,
Pada yang kuat terusknlah berbakti,
Meskipun tidak dihargai,
Budimu dikenang aspirasi siswi

~ana pena~
Kamar 114 Kota Bharu

Ahad, 13 Februari 2011

Muhasabah cinta

Wahai Pemilik nyawaku
Betapa lemah diriku ini
Berat ujian dariMu
Kupasrahkan semua padaMu

Tuhan Baru ku sadar
Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur
Kini kuharapkan cintaMu


Kata-kata cinta terucap indah
Mengalun berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku

Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya ilahi….
Muhasabah cintaku…

Tuhan… Kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku denganMu

Kata-kata cinta terucap indah
Mengalun berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku

Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya ilahi….
Muhasabah cintaku…

Kata-kata cinta terucap indah
Mengalun berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku

Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya ilahi….
Muhasabah cintaku…

sumber gambar: google

Kerana aku seorang anak.

Seketika berlalu, ku sangkakan ombak ganas itu akan pergi dan merubah geografi kehidupan kita. Ku sangkakan badai lama akan pergi bergantian yang baru yang membentuk kehidupan baru. Tapi hidup ini tak semudah yang dirancang. Hidupku dibelenggu dengan kehampaan dan kehancuran kehidupan orang tuaku.

Kerana aku seorang anak, hatiku yang terluka melihatkan kehancuran rumah tangga ku pendam dan ku biarkan mengalir pergi seperti air yang terus mengalir.

Kerana aku seorang anak, aku biarkan hati ini meratap sengsara kepedihan seorang ibu dan kesusahan seorang ayah dalam mempertahankan bahtera keluarga ini.

Kerana aku seorang anak, ku dewasakan pemikiranku walaupun bukan pada ketika dan waktu yang sepatutnya untuk ku faham perasaan dan dugaan itu.

Kerana aku seorang anak, aku cuba meluahkan apa yang ku rasakan walaupun acapkali aku akan dipukul kerana mempersoalkan sesuatu yang pernah berlaku.

Ayah, ibu,
Dua puluh enam tahun yang lalu, kasih sayang itu tersemai dalam ikatan ijab. Janji dan sumpah itu menjadi satu ikatan abadi untuk melahirkan keturunan dan anak-anak yang patuh pada Tuhan. Cinta itu mekar sepertinya kuntuman bunga yang baru berputik selepas musim sejuk. Bagaikan cinta Adam dan Hawa, dua jiwa disatukan dengan rela dan tawadhuk.

Kerana aku seorang anak, aku dambakan kasih sayang yang tidak putus-putus daripada keluargaku sebagaimana aku pada setiap waktu dan ketikanya mendoakan kesejahteraan mereka.

Kerana aku seorang anak, aku dambakan kebahagiaan dunia bersama keluargaku yang akan ku bawa hingga ke syurga.

Kerana aku seorang anak, aku mahukan ibu dan ayahku bersatu dalam membina sebuah keluarga.

Kerana aku seorang anak, aku dambakan yang terbaik untuk keluarga ini. Andai tersurat yang ku damba itu hanyalah satu khayalan yang tak mungkin disemai lagi, mungkin sekali lagi anak-anak ini terpaksa biarkan darah tangisan ini mengalir dan pergi. Kerana hanya yang terbaik itu suratan Tuhan. Biarpun pahit, itulah yang ketetapan.

Kerana aku seorang anak, aku menulis dengan harapan seorang ibu dan seorang ayah mampu membaca luahan ini. Amin ~

Sumber gambar: Google

Selasa, 8 Februari 2011

Mengapa menjadi baik itu sulit?


Sering sekali kita dapati diri kita merasa berat untuk beramal kebaikan. Padahal kita telah mengetahui kebaikan amal tersebut. Dan juga sering didapatkan jiwa kita berat untuk meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala larang. Padahal, kita telah tahu keburukan dan bahayanya. Baik bahaya di dunia yang disegerakan ini, maupun bahaya nanti di hari akhir.

Banyak juga saudara-saudara kita yang mungkin juga termasuk kita senidiri, merasa bahwa shalat yang dilakukan tak berfaidah apa-apa baginya. Sehingga ia menyoal, bagiamana kebenaran ayat bahwa shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Nyatanya, tetap saja perbuatan keji dan mungkar dilakukan.

Bila kita menyadari tentu kita menilai bahwa dua hal ini sangat membahayakan. Lalu bagaimana kita bisa menepisnya?

Pertama perlu diketahui, bahwa hal tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Namun, ia terjadi karena adanya sebab-sebab. Di antara sebabnya ialah memperturutkan nafsu. Tatkala seseorang tak lagi memiliki sikap menahan diri dari segala keburukan yang membawanya menuju takwa, sehingga ia akan melihat yang haram itu haram. Tatkala itulah ia akan mudah menuruti nafsu.

Seseorang apabila mau bercermin meliahat dirinya sendiri, melihat bahwa dirinya bukan sekadar jasad yang akan mati dan musnah dimakan tanah. Namun, ia melihat bahwa kelak ia akan kembali kepada Allah 'Azza wa Jalla meski selama apapun ia kan hidup di dunia ini, tentu ia akan mampu mengalahkan nafsunya, bahkan ia akan kuasa atas nafsunya.

Di antara sebabnya juga ialah karena setan menjadikan kemaksiatan seperti ini dipandang remeh dan kecil belaka oleh seseorang. Hati seseorang dibutakan oleh setan dari bisa melihat besar dan hebatnya maksiat. Sedangkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dengan sabda beliau,

Hati-hatilah kalian dari hal meremehkan dosa-dosa. Sungguh, permisalannya ialah seperti suatu kaum yang mendatangi suatu tempat lalu ia ambil sedahan kayu darinya, dan datang ke tempat lainnya dan ia juga mengambil sedahan kayu darinya, lalu ia datang lagi ke tempat lainnya dan ia juga mengambil sedahan kayu saja darinya. Lalu tak ia sangka ia telah mengumpulkan kayu bakar yang banyak sekali yang mampu mengobarkan api yang menjilat-jilat.” (Musnad Ahmad, 6/367 (3817))

Demikianlah keadaan kemaksiatan yang diremehkan. Di mana seseorang melihatnya sangat remeh sehingga ia tetap ada padanya. Akhirnya iapun menjadi suatu dosa di antara dosa-dosa besar.

Oleh karenanya, sebagian ahli ilmu dari kalangan salaf kita yang shalih mengatakan,

"Sesungguhnya terus-menerus di dalam dosa-dosa kecil menjadikannya dosa besar, dan sesungguhnya istighfar dari dosa-dosa besarlah yang akan menghapuskannya.”

Oleh karenanya juga, kita nasihatkan kepada diri-diri kita, segeralah muhasabah, lihatlah siapa dirimu di hadapanRabbul ‘alamin 'Azza wa Jalla Zat Yang Mahabesar!

Kedua, tentunya tak seorang msulim pun yang mengingkari kebenaran ayat al-Quran tentang bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Mengapa ada yang menyoal kebenarannya?

Masalahnya bukan pada ayatnya. Sebab semua ayat al-Quran benar. Namun, masalahnya ialah pada shalatnya. Berapa banyak orang yang shalat, namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya? Berapa banyak orang yang merasa telah shalat, padahal sungguh seandainya ia tahu apa yang telah ia lakukan tidak layak disebt shalat. Sebab, ia shalat hanya gerakan-gerakan badan. Ia shalat hanya sekadar “menyempat-nyempatkan” menunaikan kewajiban. Sementara hati, jiwa dan kekhusyuanya entah ke mana perginya. Bagaimana shalat yang dilakukan bermanfaat baginya?

Benarlah yang disabdakan oleh Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam, yang artinya, “Sungguh, seseorang telah melakukan shalat, dan ia tidak mendapati faidah dari shalatnya selain sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya, atau sepertujuhnya…” Perawi Hadits ini mengatakan, “Demikian seterusnya sampai habis bilangan disebutkan oleh beliau.” (HR. Musnad Ahmad, 4/319 (18899).

Jadi, bisa jadi yang tepat ialah bukan menyoal kebenaran ayat yang pasti benar, namun tanyakan sejauh mana shalat yang kita lakukan telah mengantarkan kita menggapai faidah-faidahnya? Sebab berapa besar faidah shalat yang kita harapkan, sesuai dengan sebaik apa kualitas shalat yang kita lakukan. Sesuai sebesar apa ke-khusyu'-an hati kita yang kita hadirkan.

Yang penting juga, bahwa hati akan mudah khusyu’ apabila bersih dari racun-racun yang mencemarinya. Ialah kemaksiatan dan dosa-dosa. Bisa jadi karena hati ini belum bersih dari noda dosa, sehingga berat diajak khusyu’tunduk di hadapan-Nya, meski dipaksa. Naudzubillahi min dzalik.

Allahumma, ya Allah, anugerahkanlah kepada hamba lisan yang banyak berdzikir, dan hati yang khusyu’, serta doa yang Engkau kabulkan. Amin.

Penulis: Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami

Pemimpin Acuan Al-Quran


Bila sebut nak jadi pemimpin, yang terbayang difikiran mesti kemegahan, kedudukan, kemewahan, sanjungan, pengaruh, kuasa, kehebatan diri dan sebagainya. Tapi untuk dapat 'title' pemimpin tu memerlukan satu tanggungjawab yang maha besar. Tanggungjawab pada anak-anak buah dan ahli-ahli yang dipimpinnya. Begitu besar tanggungjawab yang diberikan untuk dilaksanakan. Itu belum lagi tanggungjawab pada Maha Esa. Pemimpin yang baik adalah yang pemimpin yang sedaya-upaya akan melaksanakan tanggungjawabkan selaras dengan tuntutan Al-Quran, yang terus berusaha untuk mengamalkan Amar Makruf Nahi Mungkar.

Menjadi seorang pemimpin yang baik bukan setakat menukar imej, menukar segalanya untuk pancing undi, tapi lebih kepada pendekatan yang sesuai dalam menguruskan keperluan dan kehendak ahlinya yang pelbagai kaum, agama dan budaya agar seiring kehidupan dunianya dan akhiratnya. Yang paling penting, bagaimana dia menggunakan kuasanya dalam menyatupadukan masyarakat pimpinannya yang pelbagai puak dan bangsa.

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

(Al Anbiya:73)

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk senantiasa mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi.(QS. Al-Anbiya’: 73)


Antara sifat utama yang perlu ada pada setiap pemimpin:

1) Pemimpin mestilah dari kalangan orang yang mengharapkan akhirat, ikhlas kepada Allah ,mempunyai hati yang sunyi daripada penyakit-penyakit hati seperti riya',ujub, tidak kasihkan jawatan, tidak gila kan pangkat serta jawatan dan sifat-sifat mazmumah yang lain.

2) Mempunyai akal yang waras dan sempurna,kebijaksanaan dan luas pemerhatian ,pemimpin tersebut bukan lah orang yang kerap lupa serta yang utamanya mereka hendaklah bijak dalam mengawal apa jua keadaan.ini disebabkan pemimpin tersebut akan banyak mengalami keadaan yang berubah-ubah dengan situasi yang berbeza.

3) Mestilah bersifat dan akhlak lemah lembut, kasihan belas dan mudah berurusan. kebiasaanya orang yang bertanggugjawab akan terdedah atau diuji dengan pelbagai ragam manusia,oleh itu hendaklah mereka melapang untuk mereka semua dengan kelembutan dan berusaha untuk menarik mereka,dan janganlah sesekali bermusuhan dengan mereka.

Firman Allah dalam Surah Ali-Imran : 159 , maksudnya ( oleh kerana rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka ,sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling mu. Oleh itu maafkan lah mereka,mohonlah ampun bagi mereka dan bermusyuarah lah bagi mereka dalam urusan itu)

وَرَوَى هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ فَيَلِيكُمْ الْبَرُّ بِبِرِّهِ ، وَيَلِيكُمْ الْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ ، فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِي كُلِّ مَا وَافَقَ الْحَقَّ ، فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ ، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Akan datang sepeninggalku beberapa pemimpin untuk kalian. Ada seorang yang baik yang memimpin kalian dengan kebaikan, namun ada juga pemimpin yang buruk yang memimpin dengan kemaksiatan. Maka hendaklah kalian tetap mendengar dan taat pada setiap yang menepati kebenaran. Karena jika mereka baik, maka kebaikan itu untuk kalian dan untuk mereka. Namun jika mereka buruk, maka keburukan itu hanya untuk mereka”.

Bagi bakal-bakal pemimpin, jadilah pemimpin acuan Al-Quran! Sungguh tiada yang lebih baik daripada menjadi yang terbaik dalam kalangan yang baik dalam menegakkan ajaran Islam. Wallahualam

Wanita acuan Al-Quran


Wanita Acuan Al-Quran Ialah Seorang wanita Yang Beriman Yang Hatinya Disaluti Rasa Taqwa Kepada Allah SWT Yang Sentiasa Haus Dengan Ilmu Yang Sentiasa Dahaga Dengan Pahala Yang Solatnya Adalah Maruah Dirinya Yang Tidak Pernah Takut Berkata Benar Yang Tidak Pernah Gentar Untuk Melawan Nafsu

Wanita Acuan Al-Quran Ialah wanita Yang Menjaga Tuturkatanya Yang Tidak Bermegah Dengan Ilmu Yang Dimilikinya Yang Tidak Bermegah Dengan Harta Dunia Yang Dicarinya Yang Sentiasa Berbuat Kebaikan Kerana Sifatnya Yang Pelindung Yang Mempunyai Ramai Kawan Dan Tidak Mempunyai Musuh Yang Bersifat Jembalang

Wanita Acuan Al-Quran Ialah wanita Yang Menghormati Ibubapanya Yang Sentiasa Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dan Keluarga Yang Bakal Memelihara Keharmonian Rumahtangga Yang Akan Mendidik Anak-Anak Dan membantu suami Mendalami Agama Islam Yang auratnya dikhaskan buat suami tercinta Yang Mengamalkan Hidup Penuh Kesederhanaan Kerana Dunia Baginya Adalah Rumah Sementara Menunggu Akhirat

Wanita Acuan Al-Quran Sentiasa Bersedia Untuk Agamanya Yang Hidup Di Bawah Naungan Al-Quran Dan Mencontohi Sifat Rasulullah SAW serta wanita sufi yg digariskan dalam kalamullah Yang Boleh Diajak Berbincang Dan berbicara Yang Sujudnya Penuh Kesyukuran Dengan Rahmat Allah Ke Atasnya

Wanita Acuan Al-Quran Tidak Pernah Membazirkan Masa Matanya Kepenatan Kerana Kuat Membaca Yang Suaranya Lesu Kerana Penat Mengaji Dan Berzikir Yang Tidurnya Lena Dengan Cahaya Keimanan Bangun Subuhnya Penuh Dengan Kecerdasan Kerana Sehari Lagi Usianya Bertambah Penuh Kematangan

Wanita Acuan Al-Quran Sentiasa Mengingati Mati Yang baginya Hidup Di Dunia Adalah Ladang Akhirat Yang Mana Buah Kehidupan Itu Perlu Dibajai Dan Dijaga Meneruskan Perjuangan Islam Sebelum Hari Kemudian bersama lelaki

Wanita Acuan Al-Quran Ialah wanita Yang Tidak Mudah Terpesona Dengan Buaian Dunia Kerana Dia Mengimpikan Syurga Di Situlah Rumah Impiannya Bersama lelaki Acuan Al-Quran ganjaran ALLAH SWT


Sumber dipetik daripada:hikmatun.wordpress.com/

sumber gambar: google

Isnin, 7 Februari 2011

Doa Taubat


Wahai Tuhanku aku tak layak ke syurgaMu
Namun tak pula aku sanggup menanggung seksa nerakaMu,
Ampunkan dosaku terimalah taubatku
Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai,
Dengan RahmatMu ampunkan daku oh Tuhanku

Wahai Tuhan selamatkan kami ini,
Dari segala segala kejahatan dan kecelakaan
Kami takut kami harap kepadaMu
Suburkanlah cinta kami kepadaMu

Kamilah hamba yang mengharap belas darimu

Sumber gambar: Google

Ahad, 6 Februari 2011

Bahtera Kehidupan


Bahtera yang ku layarkan,
Terumbang-ambing di tengah lautan,
Kekadang kilat menyambar tiang,
Hampir karam bahteraku,
Yang ku namakan kehidupan.

Bahtera kehidupanku,
Sering dipukul ombak ganas,
Hampirku menjadi lemas,
Hilang peta arah tujuan,
Hilang pegangan penguat iman.

Barang hati yang rosak, ku perbaiki,
Impian yang musnah, ku bina kembali,
Harapannya kini bahtera terus ku mudiki
Hingga sampai ke pulau destinasi.

~Ana Pena~
kamar 114 kb

*sumber gambar: google

Pena mula berkata-kata


Pada pena hati ini mula berkata. Sehari demi sehari, bebanan yang dirasa sungguh luar biasa. Selain melalui Doa, pada pena dan tulisan tertulisnya rasa dan terlakarnya kata jiwa. Sungguh pada yang lemah tiada daya, kelihatannya seperti tiada sesiapa yang dapat diharapkan lagi. Tiada apa yang hendak dibuktikan dan tiada rasa yang hendak disampaikan lagi. Tapi pada ana pena, semua itu hanyalah sedikit dugaan yang Allah timpakan untuk menguji sedalam mana kejujuran dan keikhlasan. Sungguh Allah tidak akan menzalami hamba-hambanya melainkan kita sendiri yang menzalimi hidup kita.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
[الأعراف :23]
Mafhumnya:
Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, nescaya kami termasuk orang-orang yang rugi.
[Al-Araf:23]

Sungguh pada setiap dugaan dan ujian itu terbuka satu jalan baru untuk kita ubah cara pemikiran. Terdapat satu pintu kebaikkan yang kita boleh rebut pahalanya. Tapi kita tak nampak sebabnya terlalu mengikutkan hati dan amarah semata. "Mengapa semuanya terjadi padaku, mengapa itu..., mengapa ini....?" Apa kita lupa tiap yang buruk itu disusuli dengan kebaikkan yang hanya Allah Maha Mengetahui?. Sungguh kezaliman itu pada diri kita sendiri. Tiap dugaan itu adalah satu peluang untuk kita berbakti. Setiap manusia pun diduga. Yang bedanya hanya pada bagaimana mereka melihat dugaan itu. bagaimana caranya mereka menghadapi dugaan itu dan bagaimana caranya mereka mengatasi masalah yang menimpa mereka. Dengan itu mereka peroleh satu kebaikkan disebalik dugaan yang kita seringkali anggap buruk.

Ana pena seringkali lalai dalam menerima dugaan hidup. Seringkali kehilangan sesuatu yang dikatakan sebagai penguat dalam diri. Tapi Alhamdulillah, dengan sedikit kesedaran semuanya boleh diatasi. Insya'allah~

picture credit to: i luvislam